Selasa, 13 Desember 2011

Cerpen cinta ..

Salam Jornalista,
ini nih salah satu cerpen karya anak Jurnalis .. dibaca yuks, dijamin ketagihan dech!




Aku Cinta kamu tapi..
Aku berjalan menyusuri koridor sekolah yang mulai sunyi. Hanya tersisa ruang-ruang kosong yang diramaikan dengan bangku-bangku dan kursi-kursi yang tertata rapi didalamnya.  Kesunyian ini semakin mendukung perasaanku saat ini. Aku terus berjalan ditemani  Riko yang tak lelah bersepeda dipikiranku. Ya, aku sedang galau. Aku galau karena Riko, sahabatku. Aku duduk diantara kursi-kursi panjang yang menempel di dinding kelas. Kurebahkan punggung dan kulemaskan kakiku. 

Bodoh memang. Aku memendam perasaan lebih dari sekedar sahabat kepada Riko. Aku tau ini salah. Aku merusak persahabatanku dengannya secara tidak langsung. Namun, sangat sulit bagiku menghindar dari perasaan ini. Setiap aku sholat dan berdoa kepada Tuhan, aku selalu menitipkan doa ini kepadaNya “Ya Allah sungguh sulit rasanya hamba harus bersahabat dengan seseorang yang berhasil mengisi kesepianku. Memberiku kegembiraan ketika ku sedih. Menjawab semua keluh kesahku. Dan selalu menemaniku ketika ku butuh. Jika memang Riko bukan untukku tolong buang perasaan yang aku pendam ini ya Allah. Buang jauh-jauh. Aku sadar Riko hanya menganggapku sahabat dan tak lebih. Akupun ingin bahagia tanpa perasaan yang sungguh menyiksa ini ya Allah. Hamba cinta tapi hamba tak bisa memiliki..”
Kutulis doaku baru saja itu kedalam buku diary yang selalu menemaniku. Disinilah tempat aku menyampaikan semua perasaanku kepada Riko. Belum usai ku menulis kata demi kata yang ingin kuungkapkan, kulihat Riko berlari menembus keheningan sekolah ini menuju tempatku singgah. Segera ku masukkan diaryku, aku takut ia melihatku yang sedang menulis tentangnya.
“Kamu ngapain Sya? Kok belum pulang sih? Aku nyariin kamu dari tadi. Sekolah udah sepi nih. Pulang yuk.” Ujarnya dengan nafas terengah-engah setelah berlari.
“Masih males Ko. Kamu kalo mau pulang, duluan aja gak apa-apa kok.”
“Kamu lagi ada masalah ya?” tanyanya yang sepertinya menagkap raut wajah galau dimukaku.
“Ha enggak kok. Aku lagi gak ada masalah. Aku cumaan..” jawabku sedikit menutupi wajah galauku dengan wajah sok tegar.
“Cuman kenapa? Ayo cerita ceritaa.. kita kan sahabataan.” Paksanya.
“Cuman laper! Hahahaa iya aku laper parah nih..” aku mencoba ngeles.
“Ah kamu bohong nih.”
“Ya udah kalo nggak percaya. Sumpah aku laper banget Kooo. Dari semalem belum makaan.”
“Jangan bohongin aku Syaa? Aku kan sahabatmu. Ayo ceritalah.”
“Iya beneraan. Aku keluar sekolah bentar ya, didepankan ada warteg tuh.” Aku agak salting.
“Yakin nih? Apa perlu aku temeni?”
“Jangan. Biar aku aja, sebentar kok ntar makannya disini. Kamu disini aja, jagain tasku sebentar?”
“Oke deh Sya. Ati-ati yaa..”
“Okee.”
***
Beli makan? Sebenernya Cuma alasanku aja sih agar Riko tak memaksa untuk cerita. Huufftt.. susah memang kalo cinta tapi gak bisa mengungkapkan.
“Ciiiiiiitttt…… Braaakkkkk!”
Ketika aku menyebrang menuju warteg, dan mataku tak tertuju pada kanan kiri disampingku. Sebuah mobil yang melaju cepat, datang menghampiriku. Aku tergeletak diatas aspal yang basah setelah terguyur hujan. Keluar cairan dingin berwarna merah dari hidung, kepala, tangan, dan kakiku. Rasanya aku tak bisa bergerak. Tabrakan baru saja membuat seluruh tubuhku mati rasa seketika. Kudengar suara Riko yang berteriak menyebut namaku. Namun aku tak kuasa menjawabnya hingga gelap menyelimuti semua pandanganku.
***
Aku pergi untuk selamanya. Membawa rasa sakit tertabrak mobil sedan serta membawa semua cinta yang tidak sempat kuungkapkan..
Kulihat Riko yang terlihat tampan menggunakan kemeja hitam yang kuberi tiga hari sebelum kepulanganku kepadaNya. Entah ada apa, mungkin sudah firasat. Ketika itu ulang tahun Riko dan aku ingin sekali memberinya kemeja berwarna hitam. Yang saat ini ia kenakan saat empat puluh hari kepergianku. Ia menjengukku ditempat peristirahatan terakhirku dengan membawa buku diary yang tau banyak mengenai rahasia perasaanku ke Riko. Riko tak kuasa membendung air matanya ketika ia mengusap nisan yang bertuliskan namaku “Alrisya Rianka”. Andai ia tahu saat itu rohku sedang ada disampingnya..
“kita sama bodohnya Sya. Kenapa kamu gak pernah bilang Sya? Sampe aku yang tau sendiri melalui diary ini. Kenapa semuanya harus kamu pendam didalam tanah ini? Perasaanmu ke aku salah satunya.  Andai kamu tau yang aku rasakan ke kamu, aku ingin menjadi sahabatmu karna aku ingin lebih dekat denganmu. Sudah lama aku juga menyukaimu, mencintai segala kesederhanaanmu dan segala kebaikanmu. Tapi tak pernah bisa aku mengungkapkannya juga. Aku masih ragu, aku takut kamu masih mencintai Ifan mantan pacarmu yang sering kamu ceritakan. Aku minder Sya, kalo dibandingkan dengan Ifan aku gak ada apa-apanya. Aku gak setampan Ifan. Tapi, sekarang yang ada cuma penyesalan bodohku. Aku bodoh ga pernah ungkapin perasaanku hingga kamu pergi meninggalkanku untuk selamanya. Andai kamu tau apa yang aku rasain ke kamu itu sama Sya. Aku nyesel banget gak pernah bisa ungkapkan perasaanku ke kamu. Sekarang aku bisa apa? Aku cinta kamu tapi kamu sudah pergi tuk selamanya. Bersama rasa cinta yang tak terungkapkan ini. Seharusnya aku tak biarkan bibirku membisu untuk sekedar mengatakan ‘Sya aku sayang kamu’ kepadamu sebelum kamu benar-benar pergi dan aku tak bisa berkata apapun untuk memilikimu. Aku sayang kamu juga Sya..” sesal Riko sambil membuka halaman demi halaman buku diaryku dan terhenti pada lembaran bertuliskan ‘Riko aku sayang kamuu’.
Kuteteskan airmata mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkan Riko. Meski hanya roh. Namun, aku bisa apa? Semua terlambat. Kini, hanya rohku yang ada. Ragaku tak bisa memutar waktu dan mengatakan semua perasaanku. Dan selamanya cinta ini hanya bisa tersimpan tanpa bisa kungkapkan.
(Shinta,red)
Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Digg
Facebook
Yahoo
Feed

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar untuk tulisan diatas....
Terima kasih buat koment anda...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...