Selasa, 06 Desember 2011

Menulis Indah Itu Gampang

Salam Jornalista....

13041473521257140168

Pena Bulu Ayam
Menjadi penulis sebenarnya gampang-gampang susah. Gampangnya adalah karena kita cuman butuh tangan, hati dan otak. Susahnya adalah bahwa sering kita tidak bisa mengalirkan ide yang ada di otak, merasakannya lewat hati kemudian turun ke tangan lalu tertuang di atas kertas menjadi sebuah tulisan, entah di atas secarik kertas atau ke komputer kita. Kalaupun kita sudah bisa menuangkannya dalam bentuk tulisan terkadang tulisan kita terasa hambar, tidak bernyawa dan nggak enak dibaca.

Menjadi penulis itu memang tidak sama dengan menjadi wartawan. Kalau seorang jurnalis penulis berita, ia tidak bisa menggonta-ganti pakem-pakem penulisan baku yang sudah ada dan disetujui secara nasional di negeri kita ini. Lho, kok bisa? Ya iya! Karena pemberitaan berita itu mesti ada standard bakunya. Coba kita baca artikel-artikel di media massa modelnya sama semua. Kalaupun ada yang agak nyimpang, tidak banyak jumlahnya. Nah, menjadi penulis lepas, penulis kolom, penulis essay, ataupun menulis di Kompasiana itu lebih menarik. Kita bisa berimprovisasi dan menulis secara kreatif. Saya menyebutnya dengan Menulis Indah.
Apa itu menulis indah? Menulis dengan gaya khas yang membuat pembaca mau berlama-lama membaca apa yang menjadi ide atau buah pikiran kita. Pembaca menjadi suka dengan alur yang kita tulis. Gaya memang boleh berbeda, penyajian bisa berbeda, tapi kalau kita menulis dengan lugas apalagi diselingi lelucon atau humor yang mengena, tulisan kita pasti enak dibaca. Bicara soal suka misalnya, maka saya lebih suka membaca kolom yang ditulis oleh seorang Gunawan Mohammad daripada apa yang ditulis dosen saya. Padahal katakanlah, topiknya sama. Tapi karena alur tulisan dan kemasannya lebih “enak” hasilnya setelah di olah oleh si Gunawan, kolumnis terkenal itu. Jadi menulis indah itu tidak lebih adalah gaya, kemasan, cara dan metode kita menguraikan suatu topik, opini dan ide-ide kita ke dalam bentuk tulisan yang menyenangkan untuk dibaca.
Akan tetapi memang preferensi orang berbeda-beda, ada yang lebih suka membaca yang baku dan kaku. Nah, saya tidak tahu dengan Anda. Tapi ada juga wartawan penulis berita yang berusaha untuk membuat apa yang dia tulis lebih enak dibaca. Ambil contoh di salah satu surat kabar pagi ini, saya lagi asyik dan serunya membaca berita tentang seorang anggota dewan berjenis kelamin perempuan yang mengirim sms ke wartawan yang bilang “Makaseh ngoni so berhasil bekeng ancor kita pe nama bae!” artinya, “Terimah Kasih kalian sudah berhasil menghancurkan nama baik saya!” Lalu wartawan itu menulis laporannya begini, “Ternyata ulah beberapa oknum wartawan menyebabkan si anggota dewan itu kebakaran jenggot, walaupun ia tidak memiliki jenggot”. Saya geli, ya iyalah mana ada perempuan berjenggot. Wartawan itu tentunya hendak memberikan sentuhan humor ke tulisan yang ia buat.
Sebenarnya menulis indah itu memiliki 4 karakter dasar, sebut saja langkah awal (berdasarkan pengalaman dan pengamatan lho).
  1. Penulis itu harus pandai mengarang.
Artinya, supaya tulisan kita jadi enak dibaca, kita harus mengarang dan mengemasnya secara tepat. Contoh, ketika hendak menulis tentang suatu opini mengenai anggota dewan yang sangat boros itu. Mereka menghabiskan ratusan juta untuk kunjungan luar negeri entah untuk apa. Mungkin mereka cuma numpang kentut di Inggris dan Amerika sekaligus belanja cinderamata. Kalau kita menulisnya seperti apa yang tertulis di berita koran , memberikan data yang aktual tapi kemasan koran. Tidak ada karangan yang membuat tulisan kita jadi indah dan bergigi. apa bedanya dengan media massa? Padahal yang hendak kita tulis adalah opini kita. Itu juga berlaku untuk essay, kolom dan sebagainya. Menulis opini yang tidak bergigi menjadikan opini kita “opini ompong”. Dalam menulis saya hanya butuh satu jam, tapi mengarang itu sepanjang hari. Kita bisa mulai mengarang apa yang akan kita tulis dari pagi sampai malam, kita mengarangnya dalam otak kita, melalui pikiran-pikiran kita. Setelah siap, baru kita tulis.
  1. Menjadi penulis yang baik harus banyak membaca.
Artinya, semakin banyak informasi yang kita dapat maka semakin banyak bahan pendukung tulisan kita. Contoh, ketika Anda menulis tentang misalnya, “minum kopi itu sehat!” Nah, akan lebih menggugah pembaca apabila ada informasi menarik yang disertakan dalam tulisan Anda. Informasi itu didapat dengan seberapa rajin kita membaca. Anda bisa menambahkan dalam tulisan tentang minum kopi tersebut dengan misalnya: “ Tahukah Anda bahwa orang Amerika minum kopi lebih banyak dari minuman lain apapun. Kira-kira 450 juta gelas per hari. Artinya bahwa setiap warga Negara di atas 10 tahun minum sekurang-kurangnya 2,5 gelas perhari”. Jadi perbanyaklah membaca. Sebab, membaca itu sehat dan menulis itu berkat.
  1. Melek tanda baca dan penempatan kata.
Artinya, pembaca akan kesakitan matanya bahkan bisa sampai ngos-ngosan ketika mereka membaca tulisan yang satu alinea terdiri dari 15 kalimat tanpa satu koma atau titik pun. Hal berikut adalah menempatkan tanda baca pada tempatnya. Mari kita lihat kalimat ini “Kamu mencuri cewek saya?” bandingkan dengan, “Kamu mencuri cewek saya!”. Yang satu bertanya yang satunya lagi menuduh. Harus pada tempatnya. Kemudian penempatan kata atau pemakaian kata yang diulang-ulang dapat menurunkan “minat baca” terhadap tulisan kita. Perhatikan kalimat berikut “Maka saya pun akhirnya pulang, tapi saya harusnya kasih tahu bapak saya dulu. Tapi sudahlah, saya juga membawa adik saya kok jadi saya tidak perlu khawatirkan bapak saya akan memarahi saya”. Ada delapan kata “saya” di situ. Aaaah, kepala saya jadi pusing bacanya, jadi saya lanjut saja yah….
  1. Jadilah tukang kritik dan tukang edit.
Artinya, kita harus menjadi tukang kritik untuk apa yang kita tulis. Lihatlah kurangnya di mana, tambahi! Tengoklah bocornya di mana, tambal! Periksalah rusaknya di mana, benahi! Semakin banyak tulisan Anda dikritisi dan diedit oleh Anda sendiri sebelum di-publish maka tulisan tersebut akan semakin baik dan bagus. (Saya memakai urutan 1 semua, hanya sebagai tanda bahwa yang satu tidak lebih penting dari yang lain. Ke empat-empatnya sama pentingnya)
Saya sering memberi istilah ketajaman tulisan yang menggelitik sebagai “pena bulu ayam”. Pena bulu ayam? Ya! Pena itu tajam ke bawah menggelitik ke atas. Filsafat pena bulu ayam: Tajam tapi menggelitik. Jadikan tulisan Anda lebih tajam dari pedang mata dua manapun, tapi barengi dengan menulis indah, kreatif dan menggelitik setiap yang membacanya.
Ke empat tips itu hanyalah dasar, masih banyak yang lain untuk menjadikan tulisan kita indah. Tapi dari dasar ini saya percaya akan semakin menjadikan kita penulis yang berkualitas. Belajarlah dari rumah ini. Saya masih tetap berpendirian bentuk tulisan apapun yang ada di rumah ini pastilah ada nilai tambah yang dapat kita petik. Ada hikmah yang bisa kita ambil. Saya pernah membaca posting satu kalimat yang hanya mengatakan “Saya cantik!!?? Tidak usah dikomentari”. Dari postingannya itu saya belajar dua hal. Pertama mengenai bentuk tulisan, ia memakai dua tanda tanya dan dua tanda seru. Apa artinya? Oooh, mungkin sang penulis berada di posisi 50-50, ia hendak mengatakan bahwa ia memang cantik! Tapi di pihak lain mungkin ia justru bertanya-tanya, cantikkah saya? Hal kedua, dengan membaca kalimat itu saya langsung buru-buru mencari cermin….dan syukurlah saya tidak cantik, karena saya laki-laki. Secara pedagogis, intinya kita bisa melihat karakter melalui tulisan, sependek atau sepanjang apapun itu.
Berdasarkan tips di atas, saya ingin menutup tulisan ini dengan menceritakan sedikit pengalaman saya tinggal di asrama di Amerika. Suatu sore saya mendapat sakit punggung yang amat sangat, sehingga saya sulit bergerak. Asrama yang saya tinggali merupakan co-ed dorm, yaitu pria dan wanita tinggal dalam satu gedung. Hari itu juga tiga teman wanita datang. Mereka menawarkan pertolongan untuk memijit. Mau banget saya! Kapan lagi dipijit oleh nona-nona Amerika? Apakah sesudah dipijit jadi sembuh? Boro-boro sembuh, malah makin nyeri. Ketiga nona itu memang cantik-cantik dan wangi-wangi, tetapi mana bisa mereka memijit. Untunglah ada seorang teman pria yang pandai mijit. Ia berkebangsaan Kenya. Tubuhnya kekar dan tinggi besar. Telapak tangannya tebal dan lebar. Telapak tangannya itu mujarab.
Tinggal di asrama meninggalkan banyak hal dan kenangan. Salah satu kenangan itu adalah dipijit oleh tiga nona Amerika. Biar jelek-jelek begini, saya ini pernah dipijit oleh tiga bintang film Hollywood yang cantik! Emang bener, mereka mirip Nicole Kidman, Jeniffer Lopez dan Kate Winslet!
Selamat Menulis!
Michael Sendow
Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Digg
Facebook
Yahoo
Feed

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar untuk tulisan diatas....
Terima kasih buat koment anda...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...